Batik Tiga Negeri

Khoirul Hudah

batik populer

Batik Tiga Negeri tentu tidak asing lagi di kalangan kolektor, pecinta batik, budayawan, dan sejarawan. Tapi mungkin banyak anggota generasi milenial yang tidak tahu banyak tentang jenis sastra ini. Bahkan, batik dari ketiga negeri tersebut juga tersedia dalam berbagai dress, kemeja, outerwear, dan tas.

Batik Tiga Negeri adalah batik yang awalnya melalui proses pencelupan dan berpindah-pindah di tiga tempat. Merah dicelup di Lasem, biru di Pekalongan atau Kudus, sedangkan Sogan dicelup di Solo atau Yogyakarta.

Padahal, mitosnya adalah jika pewarnaan kain tidak dilakukan di tempat yang tepat, misalnya pewarnaan merah tidak dilakukan di Lasem, kalian tidak akan mendapatkan warna merah khas Lasem. Jika kalian tidak mewarnai biru Pekalongan dan cokelat Solo, Anda tidak akan mendapatkan warna yang tepat.

Sejarah Singkat Batik Tiga Negeri

Pada abad ke-20, batik tiga negeri adalah kain berkualitas tinggi yang harganya mahal. Digunakan sebagai kado pernikahan, kain ini juga digunakan oleh para selebriti dan saudagar kaya keturunan Arab, Belanda, dan Tionghoa.

Lalu batik yang berasal dari tiga negeri dan telah dikenal sejak akhir abad ke-18 ini dipromosikan di kawasan pesisir utara Jawa dan Solo sebagai hasil kreativitas cemerlang para peternak Tionghoa. Batik Tiga Negeri adalah jenis teks yang dibangun dari unsur-unsur yang penuh keunikan dan kemudian mampu berdiri lama sebagai bangunan yang kokoh yang landasannya adalah bentuk semangat yang menghargai keragaman.

Merupakan salah satu mahakarya para pembudidaya Tionghoa di pantai utara Jawa dan Solo yang sarat dengan pesan budidaya dan keragaman budaya. Batik Tiga Negeri hadir di Jawa pada masa pendudukan kolonial yang sulit, kesadaran nasionalisme yang meningkat, dan krisis ekonomi.

Proses pembuatan batik tidaklah mudah. Ada langkah-langkah tidak biasa yang harus dilalui untuk menghasilkan sastra dari tiga negeri yang disebut Batik. Tanpa kemauan yang kuat dan kemauan tanpa pamrih untuk bekerja keras dalam setiap prosesnya, mustahil terciptanya Batik Tiga Negeri.

Bayangkan pencelupan batik ini harus dilakukan di tiga kota. Warna merah pertama terjadi di Lasem. Kain batik dari Lasem dibawa ke Pekalongan untuk diwarnai biru. Perjalanan belum berakhir. Ada warna ketiga yang ditawarkan pada batik ini, yaitu warna squishy brown yang proses pewarnaannya dilakukan di Solo. Proses produksi dasi yang melibatkan tiga kota membuat kain batik ini dikenal dengan sebutan dasi tiga negeri.

Proses pencelupan suatu jenis tekstil merupakan perjalanan yang panjang. Dengan sarana transportasi yang terbatas, dibutuhkan tidak kurang dari 400 mil untuk membawa tiga warna dalam urutan yang harmonis. Konon pengiriman batik dari Solo ke Lasem, ke Pekalongan, dan kembali ke Solo memakan waktu sekitar tiga bulan.

Pencelupan hanyalah salah satu tahapan pencelupan ikat. Masih banyak lagi tahapannya, mulai dari persiapan kain (pemotongan, pencucian, pengeleman dan penghalusan permukaan kain) hingga finishing (Ngrenreng, Ngisen-Iseni, Nerusi, Nembok, Nonyok). Begitu banyak yang harus dilakukan. Jadi bisa dibayangkan berapa tenaga yang harus disiapkan, semangat yang harus ada, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum batik ketiga negeri tersebut bisa bangkit di hadapan para pecintanya.

Makna dan Filosofi Batik Tiga Negeri

Kemegahan batik tiga negeri hadir bukan hanya karena perjalanannya ke tiga kota tersebut. Bagaimana kain batik ini mengusung semangat keberagaman adalah aspek lain yang membuatnya diakui sebagai mahakarya dasi tiga negeri. Entahlah, sulit menemukan kata-kata pujian yang sepadan dengan mereka yang memprakarsai lahirnya batik di tiga negeri tersebut. Kecerdasan dan semangatnya untuk merangkum nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan dalam sebuah kain dasi tentu bukan kualitas yang bisa dianggap enteng dan tidak dimiliki oleh siapa pun.

Kain batik  ketiga negeri tersebut merupakan manifestasi yang sangat jelas dari akulturasi budaya yang beragam. Warna merah darah ayam Lasem (veli getih pithik) mencerminkan budaya Tionghoa. Menurut tradisi Tionghoa, merah adalah simbol kebahagiaan dan kegembiraan. Itu sebabnya merah sering digunakan di pesta pernikahan. Warna biru yang dilestarikan di Pekalongan merupakan pengaruh budaya Belanda. 

Sedangkan warna coklat soga berasal dari budaya Jawa. Jalinan berbagai budaya yang harmonis dan artistik juga terlihat jelas pada motif batik ketiga negeri tersebut. Motif burung hong, naga, bunga teratai, mawar atau koin melambangkan budaya Tionghoa. Kebudayaan Belanda dengan motif bunga tulip. Budaya Jawa juga hadir melalui motif pisau rimba dan kawung.

Benih-benih budaya budaya dan semangat menghargai keberagaman tumbuh jauh sebelum ikatan ketiga negeri itu ada sebagai produk dari sebuah ikatan. Kita temukan pada tokoh-tokoh yang tidak terlibat langsung dalam produksi batik dari ketiga negeri tersebut, namun kita tidak boleh meremehkan kontribusi mereka terhadap produksi kain batik tersebut. Batik Tiga Negeri merupakan batik kreasi ras Tionghoa di wilayah pesisir utara Jawa dan Solo. Sedangkan kain batiknya didatangkan dari Inggris atau India.

Itulah sedikit pembahasan mengenai sejarah, makna dan filosofi dari Batik Tiga Negeri. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan tentang budaya Indonesia.

Artikel Lainnya

Bagikan:

Khoirul Hudah

Seorang profesional dengan keahlian di bidang Hubungan Masyarakat, Penulisan Konten, Komunikasi Pemasaran, dan Spesialis Media Sosial.

Leave a Comment