Salah satu hasil industri Indonesia yang mendunia adalah batik. Batik merupakan salah satu barang budaya dan karya seni yang dapat mewakili Indonesia yang keberadaannya kini telah mencapai tingkat internasional karena memiliki corak yang berbeda dan mengandung makna tersendiri. Bagi masyarakat Indonesia sendiri, batik bukan hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga mata pencaharian sebagian masyarakat yang memiliki nilai ekonomis dan multifungsi.
Secara tidak langsung kita juga mengamati perkembangan batik yang secara dinamis dibentuk oleh keberadaannya yang masih dapat menyesuaikan diri dengan dimensi ruang, bentuk dan waktu. Awalnya, batik ini hanya digunakan dalam konteks kehidupan keraton.Namun, dengan perubahan zaman dan pesatnya globalisasi industri fashion, batik kini dapat digunakan oleh semua lingkungan.
Corak dan warna batik semakin beragam, fungsi batik tidak hanya terbatas pada pakaian saja, tapi juga bisa tampil dalam bentuk aksesoris dan penghias ruangan, sehingga meningkatkan kreatifitas para pengrajin batik. Seiring dengan pesatnya permintaan konsumen terhadap batik, hal tersebut juga berdampak pada jumlah industri dan kegiatan manufaktur yang semakin gencar. Para perajin industri batik berusaha memenuhi permintaan konsumen dengan meningkatkan produksi batik dan menggunakan pewarna sintetik (berbahan kimia) agar warna lebih awet atau tidak pudar.
Peluang Industri Batik Ramah Lingkungan
Batik ramah lingkungan tidak hanya berupaya menghentikan limbah yang dihasilkan, tetapi juga berarti dapat dengan mudah memasuki pasar internasional, khususnya negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Asia Timur, dan Eropa. Eco-fashion adalah mengapa standardisasi ramah lingkungan diperlukan untuk mendapatkan pijakan dan bersaing di pasar internasional.
Hal ini karena meningkatnya ancaman degradasi lingkungan yang membuat masyarakat, terutama di negara maju, menyadari bahwa dampak dari konsumsi fashion juga dapat berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Selain itu, konsumen, terutama konsumen muda, kini lebih sadar akan masalah sosial dan lingkungan serta lebih memperhatikan asal produk, komposisi, jejak karbon, kualitas, dan dampak lain dari produk yang mereka beli.
Faktanya, diperkirakan 65-70% konsumen di bawah usia 35 tahun di seluruh dunia memilih merek atau peritel berdasarkan praktik etis mereka – yaitu. H. mereka yang memproduksi produk mereka secara berkelanjutan. Selain itu, dari 100 juta orang Eropa berusia 17-34, sekitar 77 juta adalah konsumen yang sadar sosial dan lingkungan. Pasar Eropa dengan demikian merupakan contoh peluang yang dimiliki industri batik Indonesia jika dapat menerapkan standar ramah lingkungan.
Dengan menghasilkan produk batik yang ramah lingkungan, Indonesia dapat dengan mudah menarik perhatian para pedagang batik atau konsumen yang sadar lingkungan. Oleh karena itu, menciptakan produk batik ramah lingkungan seperti yang telah dijelaskan di atas merupakan perwujudan dan bentuk tanggung jawab Indonesia terhadap keberhasilan implementasi strategi NDC.
Selain itu, produk batik ramah lingkungan ini akan memungkinkan pasar batik Indonesia dengan mudah menembus pasar internasional dan memenuhi standar perdagangan yang adil, sebuah konsep kemitraan bisnis yang memungkinkan produsen kecil dan pekerja di negara berkembang untuk mendistribusikan produk mereka. kepada negara maju lainnya, terutama kepada negara maju yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.
Akibatnya, isu lingkungan semakin menjadi fokus masyarakat global. Pemanasan global yang semakin parah dan virus corona yang kini menyerang membuat isu lingkungan menjadi sangat dominan akhir-akhir ini. Pembakuan label “hijau” semakin populer di masyarakat global, yang pada gilirannya menyebabkan negara-negara maju memasukkannya ke dalam kebijakan perdagangan nasional mereka, yang dipandang tidak hanya sebagai bentuk komitmen terhadap Perjanjian Paris.
Tetapi juga juga pengganti hambatan non-tarif untuk melindungi pasar internal suatu negara. Batik juga merupakan salah satu aset budaya dan ekonomi Indonesia yang sangat potensial di pasar internasional. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan standarisasi mutu industri batik agar mendapatkan label “ekologis” yang berguna untuk bersaing di pasar internasional.